Akmal MPM UHO Kritik Penggunaan Ikon Anoa dalam Kegiatan STQH yang Dinilai Menistakan Simbol Agama

BERITA121 views

 

Corongkendari.com, Kendari – 7 Oktober 2025 – Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Halu Oleo (MPM UHO) menyampaikan keprihatinan mendalam atas munculnya ikon anoa yang memegang kitab suci Al-Qur’an yang digunakan dalam rangkaian kegiatan Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) Nasional XXVIII di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Ikon tersebut memicu kontroversi luas di masyarakat, lantaran dianggap tidak etis dan menyinggung nilai-nilai kesucian agama Islam. Sejumlah pihak menilai penggunaan hewan sebagai representasi pemegang kitab suci dapat dikategorikan sebagai bentuk penistaan simbol agama, meskipun mungkin tidak disengaja.

Akmal, anggota MPM UHO, dalam pernyataannya menegaskan bahwa pihaknya menolak keras bentuk visualisasi yang dapat menimbulkan salah tafsir atau persepsi negatif terhadap simbol keagamaan.

“saya menyayangkan munculnya ikon anoa yang memegang Al-Qur’an dalam kegiatan STQH. Ini bukan hanya soal estetika visual, tetapi soal etika dan penghormatan terhadap simbol keagamaan. Kami menilai ini sebagai bentuk kelalaian yang mencederai nilai-nilai agama dan dapat dikategorikan sebagai penistaan simbol suci,” tegas Akmal.

Akmal juga menyerukan agar panitia pelaksana STQH — baik di tingkat daerah maupun nasional — segera:

1. Mencabut seluruh bentuk penggunaan ikon yang kontroversial dari media promosi dan ruang publik.

2. Menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada umat Islam atas ketidaksensitifan ini.

3. Melakukan evaluasi internal terhadap proses desain dan publikasi kegiatan STQH agar kejadian serupa tidak terulang.

Akmal menambahkan bahwa pelibatan tokoh agama, akademisi, dan desainer profesional yang memahami sensitivitas budaya dan agama sangat penting dalam setiap perencanaan kegiatan keagamaan berskala nasional.

Akmal juga mengajak seluruh pihak untuk menjadikan momen ini sebagai pembelajaran kolektif bahwa simbol agama bukan sekadar elemen visual, tetapi memiliki nilai sakral yang harus dijaga bersama.

> “Kami tidak dalam posisi menghakimi, tetapi kami berkewajiban menyuarakan kritik sebagai bentuk kepedulian terhadap marwah agama. STQH harus menjadi ajang meneguhkan nilai-nilai keislaman, bukan malah menodainya dengan representasi yang keliru,” tutup Akmal.

Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Halu Oleo adalah lembaga legislatif mahasiswa tertinggi di lingkungan UHO yang memiliki fungsi advokasi, legislasi, dan pengawasan terhadap isu-isu kemahasiswaan, sosial, dan keagamaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *